oleh;
Bolang Taufiq
1. Problematika Dakwah Masa kini
Metode dakwah Rasulullah SAW. pada awalnya dilakukan melalui pendekatan individual (personal approach) dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit Shafa. Kemudian berkembang melalui pendekatan kolektif seperti yang dilakukan saat berdakwah ke Thaif dan pada musim haji. Ada yang berpendapat bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah, dengan menisbatkan pada lokasi-lokasi yang didiami para dai dan muballigh. Artinya, jika pada satu kawasan sudah ada yang melakukan dakwah, maka dakwah ketika itu hukumnya fardhu kifayah. Tetapi jika dalam satu kawasan tidak ada orang yang melakukan dakwah padahal mereka mampu, maka seluruh penghuni kawasan itu berdosa di mata Allah. Dengan demikian sebenarnya dakwah merupakan kewajiban dan tugas setiap individu. Hanya dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lapangan. Jadi pada dasarnya setiap muslim wajib melaksanakan dakwah Islamiyah, karena merupakan tugas ‘ubudiyah dan bukti keikhlasan kepada Allah SWT.
Penyampaian dakwah Islamiyah haruslah disempurnakan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga cahaya hidayah Allah SWT tidak terputus sepanjang masa.
Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam meng-akses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah kita semakin tumpul tak berdaya. Bertolak dari faktor-faktor tersebut, agar problematika dakwah tidak semakin kusut dan berlarut-larut, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut persoalan yang dihadapi itu.
Dalam konsep pemikiran yang praktis, Prof. Dr. H. M. Amien Rais,MA. dalam bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah, menawarkan
a) Perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir.
b) setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan.
c) proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), biliqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions,speak louder than word.
d) media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air.
e) merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat „invasi‟ nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insyaAllah masa depan dakwah kita akan tetap ceria.
Menyimak uraian-uraian di atas, dapat diprediksi bahwa misi dan tantangan dakwah tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Inilah problematika dakwah kita masa kini. Oleh sebab itu semuanya harus dimenej kembali dengan manajemen dakwah yang profesional dan dihendel oleh tenaga-tenaga berdedikasi tinggi, mau berkorban dan ikhlas beramal. Mengingat potensi umat Islam yang potensial masih sangat terbatas, sementara kita harus mengakomodir segenap permasalahan dan tantangan yang muncul, maka ada baiknya kita coba memilih dan memilah mana yang tepat untuk diberikan skala prioritas dalam penanganannya, sehingga dana, tenaga, dan fikiran dapat lebih terarah, efektif, dan produktid dalam penggunaanya.
2. Metode dakwah
Sebelum berdakwah alangkah baiknya kalau kita mengelahui terlebih dahulu bahasa dan kebiasaan kaum tersebut, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an
Artinya : Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Maksud ayat tersebut adalah setiap rasul yang diutus oleh Allah selalu menggunakan bahasa kaumnya dengan tujuan agar apa yang disampaikan oleh rasul tersebut bisa dipahami oleh kaum tersebut. Seperti yang dijelaskan dalam kita tafsir Ar-Razi Juz 7 hal 464
Dan perlu diketahui bahwa fungsi rasul disini hanyalah sebagai penyampai dan penjelas ajaran Allah dan hanya Allah lah yang berhak untuk memberikan hidayah kepada hambanya.
Setelah kita mengetahui bahasa dan kebudayaan suatu kaum barulah kita menentukan metode dakwah yang akan kita gunakan dalam berdakwah. Untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah Swt, dalam Surat An-Nahl Ayat 125
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dari ayart tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode
mau’izah khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama‟ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain :
a. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan. Sedangkan menurut KH. Quraisy Syihab dalam kitab tafsirnya kata hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang digunakan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudakan yang besar serta menhalangi terjadinya mudharat yang besar
Mengapa dalam ayat tersebut Allah tidak berfirman sebagai berikut :
hendaklah kamu menyeru kepada jalan Tuhanmu dengan ilmu?
Sebab mendidik hanya dengan ilmu saja tidak akan memberi kesan dan perubahan pada sasaran dakwah atau murid. Kita dapat lihat realitasnya dalam masyarakat. Begitu meriahnya majelis taklim, pengajian di kantor-kantor, sekolah-sekolah Islam, pesantren-pesantren, oranganisasi-oranganisasi Islam, tetapi perubahan yang nyata dalam masyarakat belum nampak lagi. Banyak pejabat, pebisnis, tokoh dan anggota masyarakat yang rajin datang ke pengajian, mengerjakan sholat, haji, pergi umroh setiap tahun, tetapi masih membuat kejahatan lahir batin seperti : korupsi, membohong, menipu, tidak disiplin, sombong, pemarah, hasad dengki, bakhil, ego dan lain-lain.
Dalam ayat di atas Allah menyebut bahwa pendidikan yang dapat memberi kesan tidak cukup hanya dengan ilmu saja, tetapi memerlukan hikmah Apakah yang disebut hikmah itu ?
Rasulullah SAW bersabda :
“Barang siapa yang diberi ilmu hikmah dia diberi sesuatu yang banyak”
Banyak orang yang menerjemahkan hikmah itu dengan bijaksana, tetapi sebenarnya bukan itu maksudnya, sebab dalam bahasa arab bikjaksana artinya lain. Tetapi yang dimaksud dengan hikmah di sini ialah ilmu di dalam ilmu. Ilmu yang tidak terdapat di dalam kitab. Artinya orang yang diberi hikmah itu diberi faham oleh Allah sehingga dia faham jalan fikiran, hati, roh, atau batin orang. Dia faham hal-hal rohani, nafsu, roh, dan akal manusia. Artinya orang yang mendapat ilmu hikmah ini, dia diberi ilmu dan kefahaman oleh Allah secara langsung melalui ilham.
Dalam ayat lain Allah berfirman :
“Bertaqwalah kamu kepada Allah, niscaya Allah akan mengajar kamu ilmu”
Inilah ilmu hikmah atau kefahaman yang Allah beri secara langsung ke dalam hati kita. Artinya setelah ada ilmu yang asas, dia diberi ilmu dan kefahaman lain oleh Allah. Ilmu asas mesti ada. Jadi kalau ingin berdakwah atau mendidik orang secara berkesan, para pendakwah dan guru mesti ada ilmu hikmah. Ilmu hikmah hanya Allah beri kepada orang yang bertaqwa. Karena tidak berhikmah, maka dia tidak akan dapat faham jalan fikiran, hati, roh, akal, perasaan atau batin orang, sehingga sasaran dakwah dan murid-murid susah untuk berubah menuju kepada kebaikan.
b. Metode Mauidhah hasanah dalam tafsir Ar-Razi dijelaskan[3]
Mauizatul hasanah artinya nasehat dengan Al-Qur’an atau dengan berdo’a kepada Allah. Artinya dalam berdakwah menyeru masyarakat kepada Allah atau dalam mendidik anak-anak murid, guru, pendidik dan pendakwah hendaknya memberi nasehat yang baik dengan memberi khabar gembira atau tabsyir. Misalnya dengan menceritakan indahnya hidup bersama Allah, indahnya ganjaran yang akan Allah beri di akhirat, pertolongan yang Allah beri kepada orang-orang yang bersunggug-sungguh menuju Allah dan sebagainya seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an. Ajak pendengar atau murid-murid berfikir tentang kebesaran Allah, kuasa Allah, kehebatan Allah, kebaikan Allah, rahmat Allah serta nikmat-Nya. Ini akan mendidik jiwa tauhid agar tumbuh rasa kehambaan yang tinggi terhadap Allah SWT. Termasuk memberi nasehat yang baik adalah dengan menceritakan tanzir atau cerita-cerita yang menakutkan, misalnya menceritakan tentang Neraka dan azab Allah, serta ancaman-ancaman dan kemurkaan Allah bagi orang yang durhaka kepada Allah. Selain itu, termasuk memberi nasehat yang baik adalah menceritakan sejarah hidup para nabi, rasul dan orang-orang soleh. Cerita-cerita itu bermaksud untuk mendorong manusia agar melakukan amal soleh dan berakhlak mulia serta menjadi panduan kepada manusia, bagaimana mereka harus menjalani hidup sebenarnya.
Supaya manusia menghindari sifat-sifat jahat dan agar selamat dari pada api Neraka, maka para pendakwah dan guru menceritakan perihal orang-orang jahat atau musuh ALLAH seperti Firaun, Namrud, Qarun, Haman dan lain-lain. Semuanya ini untuk dapat dijadikan iktibar dan pengajaran oleh para pendengar dan anak-anak murid.
c. Metode mujadalah billati hia ahsan dalam tafsir Ibnu katsir dijelaskan[4]
Kalau kalian mampu berdebat dengan baik maka bantahlah mereka dengan cara yang baik kalau terpaksa timbul perbantahanatau pertukaran pikiran yang di zaman kita ini disebut polemik.
Demikianlah antara lain pendapat sebagaian Mufassirin tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda :
Artinya : “Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].
Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;
a) Metode dengan tangan [bilyadi], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
b) Metode dakwah dengan lisan [billisan], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad‟u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
c) Metode dakwah dengan hati [bilqolb], yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad‟u dengan tulus, apabila suatu saat mad‟u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da‟I atau muballigh, maka hati da‟i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da‟i hendaknya mendo‟akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehar-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
please isi yupz