Kamis, 27 Agustus 2009

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

Latar Belakang
Baik disadari atau tidak, dan baik diakui atau tidak, banyak perbaikan yang dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional sejak tahun 1998, juga muncul berbagai kemunduran dalam berbagai bidang. Kemajuan besar yang telah dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional. Seperti juga halnya Orde Baru telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Lama, gerakan Reformasi Nasional telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Baru, terutama dalam penghormatan dan perlindungan terhadap hak sipil dan politik.
Sudah barang tentu, frasa Pancasila secara formal hampir selalu disebut sebagai rujukan dalam dokumen-dokumen negara. Namun terlihat jelas bahwa Pancasila yang secara formal dijadikan rujukan tersebut sekarang terasa bagaikan tanpa jiwa, tanpa makna, tanpa substansi, dan praktis tanpa manfaat bagi Rakyat Indonesia. Pancasila telah diredusir dari posisi semula sebagai Dasar Negara yang disepakati sebagai suatu kontrak politik di antara para Pendiri Negara menjadi sekedar semacam mantra sekuler dalam ritual kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam posisi yang telah diredusir ini, hampir keseluruhan kebijakan nasional baik yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam demikian banyak keputusan pemerintahan yang diambil sejak tahun 1998 terasa demikian dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pragmatis berjangka pendek, tanpa idealisme, tanpa filsafat, tanpa ideologi, dan tidak jarang juga tanpa moral.
Kemerosotan peran Pancasila historis dan secara yuridis konstitusional dapat dipandang sebagai ancaman paling besar terhadap keseluruhan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai Dasar Negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan alasan pembentukan dan landasan legitimasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Maka untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan Nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang rinciannya adalah sebagai berikut : ”melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, ” hal ini dalam kapasitasnya tujuan negara hukum formal adapun rumusan ”memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini dalam pengertian negara hukum material. Yang secara keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus dan nasional. Adapun selain tujuan nasional juga tujuan internasional. ”ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Hal ini diwujudkan dalam tata pergaulan masyarakat internasional.

Rumusan Masalah
Dari itu perlu dijelaskan beberapa hal tentang pembangunan nasional dan pancasila, maka dari makalah ini penulis mencoba mengupas tentang:
Apa pengertian dari paradigma pembangunan dan peran pancasila dalam pembangunan dan bagaimana dinamikanya?
Apa tujuan, hakekat dan landasan serta modal pembangunan nasional?
Bagaimana pembangunan nasional?

PEMBAHASAN

Pengetian
Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap negara ataupun lain bentuk kehidupan bermasyarakat mendambakan terwujudnya kesejahteraan umum. Pancasila yang merupakan ideologi negara, yang pada hakekatnya merupakan suatu humanisme integral, memberikan corak kepada kesejahteraan umum dengan wajah yang manusiawi dan cara-cara pencapaian secara manusiawi pula.
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila. Oleh karena hakekat nilai-nilai pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok sila-sila pancasila sekaligus sebagai pendukung pokok negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (perseketuan hidup) manusia. Oleh karena itu negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya herus dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia ”monopluralis”. Unsur-unsur hakikat manusia ”monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia. Rokhani (jiwa) dan raga. Sifat kodrat manusia makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena pembangunan nasional sebagai upaya praksis untuk mewujudkan tujuan tersebut. Maka pembangunan haruslah mendasarkan pada paradigma hakikat manusia ”monopluralis” tersebut. Pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa (rokhani) yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek raga, (jasmani), aspek individu, aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya. Kemudian pada gillirannya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang kehidupan agama.
Sehubungan dengan itu, baik secara historis maupun secara ideologis dan politis, Pancasila tidak dapat dan tidak boleh dilepaskan dari keterkaitannya dengan keseluruhan substansi dan proses perumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta pasal-pasal yang tercantum dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. UUD 1945 dalam alinea keempat itu harus terkait langsung dengan empat tugas Pemerintah, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Keseluruhannya itu berlangsung dalam suatu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, seperti tercantum dalam alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Artinya, lima dasar negara yang terdapat dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut tidak boleh dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri.

Paradigma, Pembangunan dan Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan dan Dinamikanya
Pengertian Paradigma
Dalam kamus Bahasa Indonesia istilah paradigma memiliki beberapa pengertian, yakni; Daftar dari semua pembentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjungsi dan deklinasi kata tersebut, Model dalam teori ilmu pengetahuan dan kerangka berfikir.
Dalam kamus bahasa Indonesia dinyatakan bahwa istilah paradigma berasal dari bahasa Latin artinya contoh. Paradigma sebagai istilah yang muncul dalam dunia ilmu, kemudian berkembang pada bidang-bidang kehidupan lainnya, sehingga menjadi terminologi dari suatu perkembangan dan pembangunan yang mengandung konotasi pengertian; kerangka berfikir, sumber nilai, orientasi dasar.
Dalam perkembangan istilah paradigma, mengandung konotasi-konotasi pengertian sebagai sumber nilai, kerangka berfikir, orientasi dasar, sumber asas, arah dan proses dalam bidang tetentu termasuk dalam bidang pembangunan dan reformasi pendidikan.

Pengertian Pembangunan dan Pancasila sebagai paradigma pembangunan Nasional
Pembangunan pada hakikatnya adalah proses perubahan yang terus menerus yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju kearah tujuan yang ingin dicapai. Jadi membangun adalah mengubah dari keadaan yang belum baik menjadi keadaan yang baik, atau mengubah dari keadaan yang baik menjadi keadaan yang lebih baik lagi, demikian seterusnya. Dengan demikian pembangunan merupakan rangkaian progran dan kegiatanuntuk merubah kondisi nyata masa kini menjadi kondisi yang dicita-citakan pada masa depan.
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
Kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional harus memperlihatkan konsep berikut ini:
Pancasila harus menjadi kerangka kognitif dalam identitifikasi diri sebagai bangsa.
Pancasila sebagai landasan pembangunan nasional.
Pancasila merupakan arah pembangunan nasional.
Pancasila merupakan etos pembangunan nasional.
Pancasila merupakan moral pembangunan




C. Tujuan Pembangunan Nasional
Pembangunan pada hakekatnya adalah proses yang terus menerus, yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju kearah tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan pembangunan nasional diantaranya
Mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila
Di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat
Dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis.
Dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat tertib dan damai.
Tujuan tersebut tidak mungkin bisa terwujud dalam beberapa tahun, atau beberapa repelita, atau dalam satu atau dua generasi. Tetapi yang penting adalah, bahwa semua upaya pembangunan harus diarahkan sedemikian rupa sehingga setiap tahap makin dekat pada hal itu, dan setiap generasi mewariskan kepada generasi berikutnya keadaan yang makin mendekati tujuan tersebut.

D. Hakekat Pembangunan Nasional
Hakekat pembangunan nasional adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, hal ini mengandung arti :
Ada keselarasan, keserasian, keseimbangan dan kebulatan yang utuh dalam seluruh kegiatan pembangunan.
Pembangunan merata untuk seluruh masyarakat dan di seluruh wilayah tanah air
Yang ingin dibangun adalah manusia dan masyarakat indonesia.
Pembangunan ini dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah dan berlanjut untuk meningkatkan kemampuan nasional, agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat dilaksanakan disemua aspek kehidupan bangsa, ekonomi, politik, sosial, budaya dan hankamnas. Dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah.

E. Landasan Pembangunan Nasional.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) ditegaskan landasan pembangunan nasional adalah
Landasan Idiil. Pancasila
Landasan Konstitusionil. UUD 1945.

F. Azas-azas pembangunan nasional
Azas pembangunan nasional adalah keimananan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, demokrasi pancasila, adil dan merata, keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam kehidupan, hukum, kemandirian, kejujuran, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembangunan Nasional mengandung asas keterpaduan dalam arti keserasian dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang meliputi: bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam, sehingga melahirkan ketangguhan bangsa dan negara yang utuh menyeluruh, kukuh dan kuat

G. Modal dasar dan faktor dominan
Terdapat modal dasar pembangunan nasional yang dimiliki oleh rakyat dan bangsa Indonesia yakni
Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia
Sumber-sumber kekayaan alam yang memberikan kehidupan Bangsa di segala bidang,
Modal budaya, yang telah berkembang sepanjang sejarah Bangsa.
Dalam mengerakkan dan memanfaatkan moodal dasar pembangunan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional dengan landasan dan serta azas-azas diatas GBHN perlu memandang perlu diperhatikannya faktor-faktor dominan sebgai berikut:
faktor demografi, sosial dan budaya
faktor geografi, hidrografi, geologi dan topografi;
faktor klimatologi;
faktor flora dan fauna;
faktor kemungkinan dan pengembangan

H. Wawasan Nusantara
Wawasan yang berasal dari kata wawas, mengandung arti pandangan, keyakinan. Wawasan Nusantara adalah wawasan yang memandang rakyat, bangsa, negara dan wilayah Nusantara-darat, laut dan udara-sebagai satu keatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan.
Dalam pembangunan nasional. Mencakup perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial budaya, satu kesatuan ekonomi dan satu kesatuan hankam.
Kesatuan Politik, perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, mengandung arti bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dari kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik bangsa. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini beberapa agama kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya. Bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyaio satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa.
Dengan kesatuan politik diartikan pula bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah sertaidiologi bangsa dan negara yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujannya.
Kesatuan Sosial budaya. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan budaya berarti bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa haris merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemauan yang sama, merata dan seimbangserta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
Kesatuan ekonomi. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi mengandung arti bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama Bangsa, dan bahwa keperluan hidup masyarakat harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
Kesatuan pertahanan keamanan. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan mengandung arti bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa.
Agar pembangunan nasional dapat berjalan dengan aman dan lancar, serta agar segala hambatan, tantangan ancaman dan gangguan yang timbul dapat dielakkan, ketahanan nasional perlu terus menerus dipupuk.

I. Pembangunan-pembangunan
Bahwa kita mengakui adanya nilai filosofis ideologi dan konstitusional sebagai azas normatif yang fundamental, sebagai sumber motivasi cita-cita nasional. Nilaii fundamental ini ialah pandangan hidup bangsa dan filsafat negara yang tertuang didalam pemmbukaan UUD 1945, yang menjamin kesatuan bangsa, kemerdekaan dan kedaulatan nasional. Nilai fundamental ini seseungguhnya mengakui dan menjamin kebhinekaan tunggal ika kita sebagai rakyat, dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus melaksanakan pembangunan nasional sebagai upaya berkelanjutan mencapai cita-cita nasional.
Masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perkembangan yang amat pesat karena dampak pembangunan nasional maupun rangsangan globalisasi, memerlukan pedoman bersama dalam menanggapi tantangan demi keutuhan bangsa. Oleh sebab itu, pembangunan nasional harus dapat memperlihatkan prinsip hormat terhadap keyakinan religius setiap orang dan hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi atau subjek (manusia seutuhnya)
Demi terwujudnya kesejahteraan yang merupakan cita-cita bangsa Indonesia, maka pembangunan harus diratakan pada seluruh bidang, diantaranya sebagai berikut:

a. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan di bidang ekonomi didasarkan kepada demokrasi ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha.
Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-ciri positif yang perlu terus menerus dipupuk dan dikembangkan.
Dengan demikian terdapat tiga unsur penting dalam tata perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluaragaan dalam demokrasi ekonomi yaitu sektor negara, swasta dan koperasi.
Karenanya pancasila dijadikan dasar negara dan juga sebagai salah satu dasar pembangunan terhadap negeri ini, khususnya pada bidang ekonomi dikenal pulalah istilah ekonomi Pancasila. Kalau dalam teori ekonomi barat dan teori ekonomi Timur hakekat manusia adalah egoisitis atau kolektif, maka dalam pancasila manusia mencari keseimbangan antara hidup sebagai pribadi dan hidup sebagai anggota masyarakat, antara hidup materi dan rohani. Ini berarti dalam ekonomi pancasila manusia tidak dipandang dari satu segi saja yaitu instik ekonominya, tetapi sebagai manusia bulat, manusia seutuhnya.
Ciri-ciri lain ekonomi pancasila adalah semangat solidaritas sosial untuk mencapai masyarakat yang berkeadilan sosial yaitu sila kelima pancasila. Karenanya orientasi pancasila terbuka untuk melihat adanya kaitan struktural antara bidang-bidang kehidupan manusia. Infrastruktur kehidupan masyarakat tidak terbatas pada bidang ekonomi, tetapi mencakup sosial, budaya politik dan agama. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh timbal balik antar bidang, dimana perubahan dalam satu bidang akan memberikan akibat ataupun membangkitkan reaksi dalam bidang lain.

b. Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral dari pada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
c. Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia,yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homomenjadi human.Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam siseluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
d. Pembangunan Pertahanan Keamanan
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyatIndonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara,serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigmapembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetaptegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

KESIMPULAN

Suatu masalah dasar yang dihadapi Pancasila sebagai dasar negara selain berubah-ubahnya penjelasan Ir. Soekarno sebagai perumus pertama Pancasila sebagai respons terhadap kondisi dunia dalam era Perang Dingin adalah belum jernihnya esensi substansi, keterkaitan antar sila-silanya, hubungannya dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, serta bagaimana format pelaksanaannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Masalah dasar tersebut timbul sebagai akibat interpretasi yang amat personalistik, elitis, dan miopik terhadap Pancasila, sehingga Pancasila hanya difahami sebagai hasil karya pemikiran pribadi Ir. Soekarno, dan merupakan serangkaian asas yang perlu dikembangkan dan disosialisasikan oleh para pemimpin kepada rakyat, serta terbatas pada sejarah Indonesia setelah tahun 1945.
Masalah dasar tersebut di atas akan dapat diselesaikan dengan menempatkan Pancasila secara historis sebagai kristalisasi dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dalam memerdekakan diri dari penjajahan, membentuk suatu negara nasional baru, serta membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur dalam negara baru yang dibangun bersama tersebut. Oleh karena itu diperlukan reinterpretasi serta rekonstruksi terhadap Pancasila yang memungkinkan bisa dipahami secara konsisten dan koheren serta dapat ditindaklanjuti dalam konteks dan dalam kerangka institusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menjelang timbulnya berbagai wujud reinterpretasi dan rekonstruksi lainnya, yang bertumpu pada kenyataan bahwa lima sila Pancasila tersebut tidaklah berada dalam satu kategori yang sama, dan bahwa kelima sila tersebut dapat dikembangkan menjadi bagian-bagian dari suatu paradigma yang fungsional, dan sesuai dengan perkembangan dan komitmen mutakhir Republik Indonesia dalam melindungi, menghormati, menegakkan, dan memenuhi hak asasi manusia. Sila pertama, Ke-Tuhanan yang Maha Esa adalah pengakuan Negara terhadap agama dan kepercayaan yang dianut oleh Rakyat Indonesia, yang dewasa ini diakui sebagai salah satu non-derogable rights. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab merupakan landasan bagi dan pengukuhan terhadap berbagai instrumen hukum internasional dan hukum nasional hak asasi manusia, baik hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, merupakan pengukuhan terhadap rangkaian panjang proses pembentukan Bangsa Indonesia serta terhadap pembentukan sebuah negara nasional Indonesia, yang memberi tempat kepada seluruh bangsa Indonesia yang bermasyarakat majemuk dari segi ras, etnik, serta golongan. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan adalah merupakan penegasan terhadap asas kedaulatan rakyat dan mekanisme pengambilan keputusan politik. Dan akhirnya, sila kelima Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, merupakan tujuan akhir terbentuknya negara nasional Republik Indonesia yang merupakan tolok ukur serta benchmark kinerja pemerintah. Keterkaitan fungsional antara lima sila Pancasila tersebut dapat divisualisasikan dalam sebuah diagram.
Ambiguitas dan ambivalensi terhadap Pancasila dapat diakhiri dengan mengembangkan sebuah paradigma fungsional terhadap Pancasila, yang berujung pada Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sebagai tujuan yang harus diwujudkan.
Dalam keberhasilan upaya pembangunan Nasional maka pemikiran dan wawasan prospektif yang menjangkau masa depan yang lebih akurat sangat menentukan. Berbagai kebijaksanaan dan perubahan dilaksanakan sebagai upaya penyesuaian untuk mencapai tujuan.








DAFTAR PUSTAKA

Widjaja, 2000, Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan Ham di Indonesia, Jakarta; Rineka Cipta
Kaelan, 2004, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta; Paradigma.
Majid, Abdul, Sri Edi Swasono, 1998, Santi Aji Pancasila, Jakarta; UI Press.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please isi yupz