Sabtu, 29 Agustus 2009

interaksi Tuhan, Alam dan Manusia

Pendahuluan
Latar Belakang
Dalam beberapa dekade terakhir ini, kehidupan umat manusia tiba-tiba dikejutkan oleh sejumlah peristiwa alam yang cukup menggelisahkan dan mengkhawatirkan. Kondisi ketahanan alam yang bersendikan lingkungan hidup semakin hari semakin rapuh. Peristiwa demi peristiwa berupa gejala alam semisal banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, polusi udara dan seterusnya, adalah fenomena yang kerap kali menimpa kelangsungan hidup kita. Akibatnya, penyakit demi penyakit yang diakibatkan oleh terganggunya kelestarian alam mulai menimpa ketentraman hidup manusia.
Sementara itu, pada saat yang bersamaan, kesadaran manusia akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup semakin sulit diharapkan. Hal itu nampak dari sikap dan interaksi manusia–dengan dukungan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimilikinya– dengan alam lingkungannya yang lebih di dorong oleh semangat eksploitatif. Alam hanya dijadikan sebagai obyek keserakahan nafsu manusia. Sehingga logika interaksi antara manusia dan alam adalah logika penaklukan yang membabi buta, tanpa mempertimbangkan dampak-dampak ekologisnya.
Keserakahan manusia terhadap alam ini, jika dibiarkan berlangsung terus menerus, akan berdampak serius pada eksistensi kehidupan umat manusia itu sendiri. Bumi sebagai tempat tinggal manusia, akan membusuk dan manusia akan terlumat oleh busuknya bumi tersebut. Kesejukan dan kesegaran udara akan tercemari oleh hitamnya asap tebal akibat polusi yang ditimbulkan kebakaran hutan dan kepulan cerobong-cerobong pabrik. Hijaunya dedaunan di pegunugan dan di hutan-hutan akan mengering akibat penebangan kayu liar yang dilakukan manusia sendiri. Ikan-ikan akan mengambang akibat tercemarnya air laut dengan gas-gas kimia yang di tumpahkan oknum manusia, dan seterusnya.

B.Interaksi-interaksi
1.Tuhan dalam Interaksi Manusia dan Alam
Terciptanya alam semesta merupakan akibat dari sebuah sebab penciptaaan yang dilakukan oleh ‘tangan’ Tuhan. Secara konsepsional, inilah titik awal terbentuknya relasi antara alam dan manusia. Disini alam dan manusia diasumsikan sebagian satu kesatuan. Manusia merupakan salah satu bagian dari alam semesta. Tak ada ‘jarak’ antara alam dan manusia sebagai hasil kreasi Tuhan
Perbedaan pandangan teologis mulai muncul dalam memahami eksistensi dalam semesta pascapenciptaan. Muncul beberapa aliran teologi dalam memahami teori ini:
1.Pandangan teologis bahwa setelah menciptakan alam semesta, Tuhan tidak melakukan intervensi atas alam semesta tersebut. Apa yang terjadi dalam alam semesta adalah proses alamiah. Ini merupakan cikal lahirnya konsep tentang kebebasan manusia
2.Pandangan teologis yang meyakini adanya kendali dan intervensi Tuhan secara total dalam proses berjalannya kehidupan di alam semesta. Dalam hal in, kuasa Tuhan sepenuhnya di tangan manusia.
3.Ada sebuah pandangan yang mencoba mencari jalan tengah diantara dua titk eksterem tersebut.
Sebenarnya dalam konsep dasar teologis tentang pembuktian adanya eksistensi Tuhan, manusia dan alam diasumsikan sebagai satu kesatuan hasil kreasi Tuhan. keduanya bukan merupkan bagian yang terpisahkan.
Logikanya keutuhan alam semesta pada dasarnya merupakan masa depan manusia itu sendiri. Maka pola relasi manusia dengan alam, secara substansial merupakan relasi manusia dengan dirinya sendiri. Bagaimana manusia memosisikan serta memperlakukan alam merupakan pemosisian dan perlakuan terhadap diriya sendiri.
Alam dunia dan realitas secara keseluruhan, dalam pandangan Whitehead, merupakan jaringan atau keterjalinan satuan-satuan aktual yang saling meresapi dan mempengaruhi. Realitas adalah suatu jaringan atau keterjalinan macam-macam hubungan, suatu medan gerak aktivitas yang saling mempengaruhi.
Hubungan timbal baik antara sebuah organisme dengan lingkungannya dimengerti sebagai hubungan antara bagian dan keseluruhan. Setiap modifikasi pada bagian-bagian juga akan berpengaruh pada keseluruhan. Karena bagian-bagian dan keseluruhan saling meresapi dan mempengeruhi sebagai suatu kesatuan organik, keseluruhan bukan hanya penjumlahan kuantitif atau rakitan dari bagian-bagiannya sebagaimana dimengerti dalam mekanisme materealistis. Suatu implikasi penting dari faham tersebut adalah bahwa alam dunia ini secara keseluruhan bukan sekedar penjumlahan banyak benda yang lepas-lepas atau masing-masing berdiri sendiri dan hanya secara eksternal saja berhubungan satu sama lain serta secara univok dapat dijelaskan berdasarkan prinsip materi dan gerak. Alam dunia secara keseluruhan merupakan ekosistem, suatu organisme dimana bagian-bagian atau unsur-unsur pembentuknya saling berkaitan dan saling tergantung serta ada hubungan timbal balik antara bagian dan keseluruhan. Alam dunia juga tidak dimengerti secara statis, dan mekanisme geraknya diterangkan berdasar prinsip sebab-akibat. Tetapi secara dinamis dan teleologis.
Sebagai suatu ‘organisme’, atau suatu satuan sistem unsur-unsur yang hidup, segala sesuatu yang ada (benda, tumbuhan, binatang, manusia) merupakan suatu medan kegiatan. Gerak perubahan terjadi dalam segala hal. Bahkan benda-benda yang biasa disebut mati atau benda-beda tak bergerak, semua itupun mengalami perubahan. Mengalirnya waktu atau zaman membawa perbedaan pada benda-benda tersebut. Dunia seluruhnya terus mengalami perubahan. Fisika modern menunjukkan bahwa benda-benda yang secara inderawi yang kita alami sebagai benda padat, atau satu kesatuan yang bersifat kental dan tetap, ternyata merupaka medan gerak jutaan elektron yang berpusar secara cepat.
Seluruh alam semesta sebagai suatu ekosistem yang dinamis, satu kesatuan yang organik, dimana unsur-unsurnya saling berkaitan dan berevolusi memunculkan unsur-unsur baru. Pengertian ‘oraganisme’ sebagai simbol dasar yang dipakai untuk menerangkan alam semesta, kendati mengandung unsur biologis, lebih dimaksudkan sebagai usaha menunjuk adanya hubungan dialektis antara bagian-bagain dan keseluruhan
Manusia merupakan bagian dari alam. Unsur-unsur alam terdapat dalam manusia . pemisahan radikal manusia dari alam lingkungannya untuk menekankan trasedensinya, ternyata telah ikut memperkuat pandangan materealistis dan mekanistis terhadap alam. Alam dianggap sebagai tidak lain hanyalah seongggok materi atau benda mati yang hukum-hukumnya bisa diketahui secara pasti. Aspek hidup dan ‘kerohanian yang memunculkan unsur-unsur proses atau perkembangan, unsur nilai, unsur makna, dan unsur kebaruan sama sekali dieksklusifkan dari alam. Alam tidak berproses atau mengalami perubahan dan pembaruan dalam perjalanan waktu: alam juga tidak punya nilai dalam dirinya sendiri. Adanya alam adalah untuk manusia dan manusia bebsas untuk menggali, menguras dan memanfaatkannya ntuk memeuhi kebutuhan hidupnya. Dalam pandangan tersebut sebagai makhluk yang bebas, manusia sama sekali tidak terikat oleh alam lingkungannya. Ia menjadi tuan atas seluruh ciptaan dan bisa berbuat semaunya terhadap alam. Inilah pandangan dualistis (memisahkan manusia dari alam) yang cenderung bersifat eksploitatif terhadap alam.
Baik manusia maupun alam merupakan suatu ‘serikat satuan-satuan aktual’ (society of actual entities) yang berkutub dua atau bersifat bipolar: Yakni kutub fisik dan mental. Struktur dasar prosesnya sama. Peredaan antara keduanya terletak dalam intensitas dan kompleksitas ‘pengalaman’-nya.
Meskipun manusia dari bumi ini semuanya adalah anggota satu spesies dan ambil bagian dalam satu planet yang secara ekologis di satukan. Namun kita hidup di banyak dunia yang berbeda. Lebih lagi, tiap-tiap masyarakat kontemporer sekaligus hidup dalam kebudayaan planet.
Dalam kebudayaaan asli alam ditampilkan sebagai yang mempunyai roh atau ilahi (kami jepang kuno merupakan contohnya) dan oleh karenanya objek langsung dari hormat atau sembah: dalam kebudayaaan tradisional (Yahudi misalnya, di Timur Tengah) alam merupakan ciptaan Allah-maka harus digunakan dengan hai-hati dan diteruskan secara utuh: dalam kebudayaan-kebudayaan lain (Taoisme Cina Kuno) manusia dianggap sebagai bagian dari alam.- dan hidup manusiawi yag baik dimengerti sebagai hidup dalam harmoni dengan alam.
Ilmu-ilmu biologis, khususnya ekologi dan teori evolusi, bekerjasama dengan teori-teori relativitas umum dan khusus serta teori kuantum(kadang-kadang bersama-sama disebut “fisika baru”). Menciptakan suatu pandangan dunia ilmiah postmodern baru. Didalamnya manusia secara mendalam disatukan dengan alam: bersaudara dengan semua makhluk hidup di planet buni secara sistematik saling terkait dengan mereka.
Paradigma manusia tentang alam semesta dan eksistensi dirinya merupakan titik tolak terbentuknya cara merajut hubungan dengan alam itu sendiri. Kesadaran adalah aspek yang paling fundamental dalam hal ini. Bagaimana kesadaran manusia terhadap alam akan menjadi titik tolak perlakuan manusia itu terhadap alam semesta.
Tuhan menciptakan alam semesta ini bukanlah tanpa tujuan. Ia hendak merealisasikan tujuan-Nya itu lewat ciptaan-Nya dan misi-Nya. Tujaunnya adalah kebaikan. Keterkaitan manusia dengan lingkungan adalah hal yang tidak dapat ditampikan. Lingkungan dan manusia melakukan hubungan timbal balik yang mana membuat interaksi antar keduanya menjadi saling tergantung, mempengaruhi dan saling bersinggungan.
Alam dengan segala fenomenanya sebenarnya telah berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan sunnatullah (hukum alam) yang ada. Alam dengan segala potensinya diciptakan oleh Sang Khalik untuk mendukung keberadaan manusia sebagai khalifah di bumi ini. Karena itu, sebagai pendukung eksistensi manusia, alam tak pernah punya potensi sebagai perusak apalagi sebagai penghancur bagi kehidupan. Sebagai pendukung kehidupan manusia, sejatinya alam hanya menghasilkan dan memberikan manfaat bagi manusia.
Pola Interaksi manusia dengan lingkunganya tergantung pada etika lingkungan apa yang ia pakai, bagaimana kesadaran ekologisnya serta bagaimana pengetahuan yang ia miliki keterkaitannya dengan lingkungan. Pengetahuan manusia lah yang mempengaruhi etika lingkungan dan kesadraan ekologis nya. Karena pengetahuan manusia merupakan sebuah konstruk sosial, dimana dengan dan lewat pengetahuan berbagai hal bisa dipengaruhi dan mempengaruhi, termasuk dalam hal ini berkaitan dengan lingkungan.
August Comte yang telah membagi tahap pemikiran manusia menjadi tiga yaitu teologis, metafisik dan positivis, dari pembagian ini memperlihatkan keterkaitan antara pengetahuan manusia dengan interaksi manusia tersebut dengan lingkungan sekitarnya. Dalam tahap teologis manusia mempercayai suatu kejadian dengan mengaitkannya pada hal-hal yang bersifat supranatural atau gaib atau mistis, manusia meyakini bahwa segala kejadian dimuka bumi adalah akibat dari Tuhan, Dewa, serta hal-hal mistis lain. Sedangkan dalam tahap metafisik perkembangan akal budi manusia sudah mulai terlihat walau belum maksimal, kejadian di bumi dianggap sebagai sebab dari adanya hukum-hukum alam. Pemikiran manusia pada tahap teologis dan metafisik ini membawa manusia menjadi tunduk pada alam (lingkungan), manusia menganggap dirinya sebagai makhluk yang pasif dan harus tunduk pada hukum-hukum alam yang berlaku
Tahap ketiga dalam perkembangan pemikiran manusia yaitu positivis merupakan tahap tertinggi dari pemikiran manusia, dimana manusia telah menggunakan dan mempercayai akal pikirannya sendiri. Sehingga sesuatu hanya akan dianggap benar jika telah dibuktikan oleh panca indra dan telah di lakukan pengujian atau penelitian. Tahap ketiga ini bisa dianalogikan dengan karakteristik masyarakat kota. Masyarakat kota adalah masyarakat yang melakukan interaksi dengan lingkungan yang ia buat sendiri, seperti lingkungan ekonomi, sosial, politik dan pendidikan. Lingkungan-lingkungan buatan seperti itulah yang menjadi tempat manusia hidup dan melakukan interaksi. Lingkungan buatan tersebut menuntut manusia untuk patuh pada aturan yang dibuat sendiri, seperti aturan hukum, aturan tata kota, serta aturan-aturan lain sebagai warga negara. Aturan atau hukum buatan tentunya berbeda secara sifat dari hukum alam.
Kekayaan agama akan kearifan (etika) lingkungan, pada satu sisi memang dapat mendorong pemeluknya untuk senantiasa setia dalam melestarikan alam dan lingkungan, karena hal itu dipandang sebagai tuntutan agama yang sifatnya suci. Namun pada saat yang bersamaan, ia sama sekali tidak akan bernilai praksis jika pesan-pesan ekologis agama ini tidak segera diwujudkan dalam bentuk pendidikan agama yang ramah lingkungan atau pendidikan lingkungan yang berbasis agama. Dalam hal ini, pendidikan (agama) dan kesadaran lingkungan memiliki kaitan yang cukup erat dalam rangka turut memberi solusi bagi krisis lingkungan selama ini. Jika pendidikan berkait dengan fungsi intelektualnya (tafakkur), maka agama berkait dengan fungsi kesadaran etisnya (tadabbur).
Agama saat ini telah benar-benar menjadi satu-satunya tumpuan harapan yang patut dipertimbangkan dalam mengatasi krisis lingkungan hidup, karena ilmu-pengetahuan dan tekhnologi yang semula menjanjikan dapat mengangkat kedudukan alam dan manusia dalam posisinya yang bermartabat, malah kini menjadi faktor dominan dalam serangkaian krisis lingkungan. Melalui penggunaan ilmu pengetahuan yang intensif, manusia telah mengembangkan kekuatan dahsyat yang menggiring kehidupan kedalam pusaran bencana. Tingkat dominasi manusia terhadap alam dan kemampuan mereka mengubah lingkungannya telah membawa konsekwensi yang tidak ringan pada keberlanjutan kehidupan dimasa mendatang
Agama, khususnya di Indonesia, mendapat tempat yang sangat dominan dalam sistem kesadaran manusia. Manusia–menurut beberapa peneliti–adalah makhluk agama (Homo Religius) yang senantiasa membutuhkan terhadap sesuatu yang transenden. Karenanya, banyak tindakan-tindakan manusia baik yang baik maupun yang buruk, sedikit banyak, ditentukan oleh pandangannya terhadap agama yang dianutnya. Jika pandangan hidup yang didasarkan pada norma-norma agama ini di warnai dengan pesan-pesan kearifan ekologis dari agama, bukan tidak mustahil manusia selaku pemeluk dari agama tersebut akan berusaha menghargai alam sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Sehingga dalam hal ini, kewajiban melestarikan alam, sama kuatnya dengan sejumlah kewajiban lainnya dalam agama, dan pengabaian kewajiban ini sama berdosanya dengan pengabaian kewajiban yang lainnya dalam agama.
2.Interaksi Manusia dengan Tuhan
Tuhan berfungsi sebagai makrokosmos (alam besar), sedangkan manusia berfungsi sebagai mikrokosmos (alam kecil). Di sini Tuhan yang makrokosmos meliputi manusia yang mikrokosmos. Dialah Tuhan yang meliputi segala realitas yang ada di alam ini. Pendefinisian "kehidupan" hanya dibatasi didunia ini (alam dunia) dan mendasarkan kepada apa yang kita lihat oleh mata kita maupun yang kita rasakan sekarang, maka manusia berperilaku dan berinteraksi untuk kepentingan sekarang atau dengan yang hanya kita lihat sekarang. Tak ada perasaan perlunya berinteraksi( berhubungan) dengan si Pencipta, tak ada keinginan untuk mengertikan adanya suatu Kekuatan yang Besar dan Maha Pelindung. Sebaliknya akan lain kalau kita definisikan bahwa dalam kehidupan kita ada alam akhirat.
Semesta ini ada yang menciptakannya. Pasti. Yang menciptakan alam seluruhnya ialah Tuhan. Dia yang mengatur seluruh alam jagat ini dengan sempurna. Rahasia alam ini merupakan suatu misteri bagi para ilmuwan untuk dipelajari sejak berabad.
Dengan rahmat-Nya, isi alam semesta yang amat luas dan tak terhingga ini diciptakan-Nya. Semua bermanfaat. Selain itu, dengan kasih sayang-Nya, Allah memberikan pengetahuan kepada manusia dalam mencapai derajat yang makin meningkat. Sebagai contoh: pengetahuan teori kuantum berhasil menjelaskan gejala fisika, reaksi kimia, microchip dan DNA serta inti atom.
Masih banyak rahmat Tuhan yang kita nikmati sehari-hari, tapi kita kurang memperhatikannya atau kurang menyadarinya seperti air, udara, temperatur, makanan, kesehatan, harta benda dan lain2nya.
Disimpulkan bahwa interaksi dengan diri sendiri memudahkan kehidupan manusia, interaksi dengan masyarakat menciptakan kekuatan sosial dan interaksi dengan Tuhan (beribadah) memberikan ketenangan dan kedamaian dunia akhirat.
Dari uraian diatas pendidikan adalah amal dan ibadah dan yang bisa menilai amal dan ibadah kita adalah Tuhan. Untuk beramal dengan mendidik tidak perlu dibatasi oleh ruang dan waktu dimedia internet ini kita bisa beramal tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Di satu pihak, Tuhan merupakan sumber, pencipta dan pengendali seluruh gaya-gaya yang berkerja di alam semesta. Dia dikonotasikan sebagai suatu gaya yang Mahaperkasa dan Mahakuasa. Pengikut agama digiring untuk 'takut' (taqwa) kepada-Nya sehingga tidak berani menyalahi larangan dan perintah-Nya. Di pihak lain, Tuhan juga dijadikan idola; sifat-sifatnya yang serba sempurna itu ditiru. Meskipun orang yang melakukannya tidak akan dapat menyamainya, sekurang-kurangnya ia menjadikan dirinya mempunyai sifat yang mirip dengan Tuhan. Misalnya, kalau Tuhan mempunyai sifat Mahapengasih, orang yang menirunya paling-paling hanya bisa mencapai sifat Sangat Pengasih. "Menyempurnakan diri" atau "mendekatkan diri kepada Tuhan" berarti mengubah diri agar mempunyai sifat-sifat kesempurnaan yang mendekati sifat-sifat Tuhan. Sifat-sifat Tuhan yang serba Maha itu menunjukkan keluasan yang tanpa batas. Jika sesuatu sifat masih berbatas dan masih terukur, maka sifat demikian itu belum merupakan sifat Tuhan.
Pendefisian sistem kehidupan tergantung atas persepsi sistem kehidupan seseorang. Kalau seseorang didefinisikan bahwa kehidupan kita dimulai dari kita lahir sampai kita mati, tidak ada alam akhirat baik surga maupun neraka, maka cukuplah tujuan hidup itu untuk dapat makan, sandang dan rumah yang cukup dan hiburan. Tentu ini akan sangat berbeda, kalau kita definisikan bahwa dalam kehidupan kita ada alam akhirat,maka tujuan hidup ialah untuk beribadah kepada Allah SWT. Yang artinya melaksanakan perintah-perintah Sang Pencipta dalam bentuk melakukan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-larangan-NYA., yang semuanya menuju ke Ridho Nya yang penuh cinta dan rahma.
Dalam wacana kosmologi kontemporer, sebenarnya telah ditemukan apa yang dikenal sebagai prinsip antroposis, yang bisa ditafsirkan sebagai afirmsi terhadap adanya tujuan yang terencana dari penciptaan alam ini yakni dihasilkannya kehidupan dengan puncaknya adalah manusia.menurut prinsip ini alam mengikuti alur perkembangannya, yang “ditata dengan halus” sehingga dapat menghasilkan alam semesta yang begitu inda seperti sekarng ini. Andaikan pergerakan alam bergeser sedikit saja kecepatannya dari pada terjadi, diperkirakan alam semesta aka cepat berkemang- sehingga tidak cukup waktu untuk memproses unsur-unsur yang diperlukan kehidupan, atau terlalu lambat dengan akibat yang serupa. Hanya dengan takaran atau ukuruan yang telah begitu halus ditata ini, maka alam semesta terkemungkinan menghasilkan kehidupan, termasuk kehidupan manusia.


Bab III
Kesimpulan
Jadi hubungan Tuhan, manusia, dan alam tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan yang jelas adalah bahwa manusia diberi tugas oleh Tuhan untuk mengelola alam semesta ini dengan tujuan kebaikan dan kesempurnaan dari seluruh rencana Tuhan dan keseluruhan penciptaannya. Hubungan dengan Tuhan bahwa manusia merupakan sebagian dariNya, dalam arti bahwa Tuhan telah meniupkan ruhNya kedalam diri manusia. Namun, Tuhan tetap menjadi makrokosmos (alam besar) dan manusia adalah mikrokosmos (alam kecil). Alam kecil ini senantiasa berhubungan secara spiritual dengan alam besar, setidaknya pada level filosofis. Karena itu, manusia harus meniru Tuhan di dalam segala sikapnya, mewujudkan kebaikan-kebaikan. Tugas ini, suka atau pun tidak suka, harus dipikulnyaa. Manusia mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi ini (khalifah fi al-ard). Hubungan manusia dengan alam adalah bahwa manusia memanfaatkan alam demi terciptanya kebaikan-kebaikan itu dan dalam rangka beribadah kepadaNya. Rahman menyebut hal demikian sebagai ‘amr’ atau perintah Tuhan yang harus dilaksanakan oleh manusia. Jadi alam berfungsi sebagai fasilitas dalam rangka tujuan tadi. Dengan demikian dalam Islam manusia menjadi “pengelola”, bukan “eksploitator” seperti pada weltanchaung barat. Demikian Rahman
Oleh sebab itu, dalam menyikapi realitas kerusakan alam ini, agama sebagai pemberi pesan damai, baik kepada manusia maupun kepada alam, sudah semestinya turut memberi solusi dan kontribusi yang signifikan bagi kelestarian (Concervation) lingkungan alam. Agama mesti kita bawa turun ke hutan-hutan, ke laut-laut, ke gunung-gunung, ke cerobong-cerobong pabrik, ke jalan-jalan raya yang bising dengan bunyi knalpot, serta keseluruh pelosok bumi manusia. Agama harus menyampaikan pesannya kepada mereka bahwa alam juga punya hak untuk hidup nyaman tanpa terganggu polusi yang menyesakkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please isi yupz