Senin, 29 Maret 2010

ASBAB AN-NUZUL

 oleh;

Taufiq ar-Rahman

A.    Pengertian Asbabun Nuzul

Secara harfiah Asbabun Nuzul berarti sebab-sebab turun atau sebab-sebab yang mempengaruhi turunnya al-Qur’an.[1] Dan secara ma’nawi Asbabun Nuzulberarti “kejadian yang karenanya diturunkan al-Qur’an untuk menerangkan hukumnya dihari timbul kejadian-kejadian itu dan suasana yang di dalam suasana itu al-Qur’an di turunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu baik diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran suatu hikmat”.[2]

Pengertian semacam ini mengandung implikasi teologis bahwa antara turunnya al-Qur’an dengan peristiwa yang terjadi merupakan suatu kausalitas, dalam arti tidak adanya peristiwa yang menyebabkan turunnya al-Qur’an, maka al-Qur’an itu tidak turun. Hal demikian mengandung makna bahwa turunnya al-Qur’an dipaksa oleh peristiwa yang menjadi sebab itu, oleh karena itu sebagian orang mengartikan Asbabun Nuzul itu dengan sesuatu yang ada pada waktu terjadinya ayat al-Qur’an turun.[3]

Sesuatu itu hanya merupakan latar belakang peristiwa dan bukan sebab yang memaksa al-Qur’an, sebagaimana disebutkan oleh al Zarqaniy: “semua yang disebabkan olehnya diturunkan sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebabnya, atau memberi jawaban terhadap sebabnya, atau menerangkan hukumnya, pada saat terjadi peristiwa itu”.[4]


B.     Autensitas Asbabun Nuzul

Jalan untuk mengetahui Asbabun Nuzul adalah dengan bukti riwayat dan penjelasan dari orang-orang yang turut menyaksikan suasana turun ayat. Dan Asbabun Nuzul ini sangat penting diketahui oleh orang yang ingin mengetahui hukum atau ilmu-ilmu yang terkandung di dalam al-Qur’an.

Pentingnya karena 2 sebab yaitu; 1) untuk mengetahui mukjizat al-Qur’an. Perlu kita ketahui suasana ketika ayat-ayat al-Qur’an diturunkan, baik keadaan ayatnya, keadaan Nabi Muhammad saw yang membawa ayat-ayat itu, maupun keadaan seluruhnya. 2) tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Quran dapat mendatangkan keragu-raguan.[5]

Ayat-ayat al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah saw sebagai penjelasan mengenai perkara yang pada waktu itu belum diketahui hukumnya. Ayat-ayat al-Qur’an diturunkan karena ada sesuatu kejadian atau pertanyaan dari sahabat yang Rasul saw sendiri belum mengetahui hukumnya. Sedikit sekali ayat-ayat al-Qur’an diturunkan dengan tidak ada sesuatu sebab yang terjadi atau tidak ada pertanyaan yang mendahuluinya.[6]

Ayat-ayat al-Qur’an yang turun karena ada pertanyaan antara lain terdapat pada ayat-ayat yang didahului oleh lafal “Yasaluunaka (mereka bertanya kepadamu)”. Ayat-ayat semacam ini banyak sekali. Misalnya: “mereka bertanya kepadamu (hai Muhammad) tentan ganak-anak yatim. Katakanlah : berbuat kebaikan kepada mereka adalah baik” (QS al-Baqarah 2:1220). “mereka bertanya kepadamu tentang minuman dan perjudian. Katakanlah olehmu bahwa minuman yang memabukkan dan perjudian itu dosa besar dan ada manfaatnya bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya” (QS al-Baqarah 2:219).

Ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan karena ada suatu kejadian, misalnya ketika sahabat bernama Mursyidah al Ghanawi hendak meminta izin kepada Rasulullah saw untuk memperistri perempuan musyrik. Maka turunlah ayat sebagai berikut: “janganlah kamu kawini perempuan musyrik hingga mereka beriman, sesungguhnya hamba sahaya perempuan yang sudah beriman lebih baik daripada perempuan, walaupun perempuan itu menarik hatimu. Dan janganlah kamu mengawinkan seorang musyrik dengan anak-anak perempuanmu hingga orang musyrik itu beriman, sesungguhnya hamba sahaya laki-laki yang telah beriman itu lebih baik daripada orang musyrik walaupun orang musyrik itu menarik hatimu” (QS al-Baqarah 2:1221).

Dari abu Hurairah berkata; ketika Hamzah ditemukan terbunuh sebagai syahid dalam perang Uhud, Rasul saw berdiri di samping jenazahnya dan bersumpah akan membalas dendam terhadap orang-orang kafir, kemudian turun ayat 126 surat an Nahl. “dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpahkan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya inilah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”.[7]

 

C.     Sejarah Nuzulul Qur’an

Al-Qur’an kepada Rasul saw, ketika sedang berkhalwat di Gua Hira, bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan, tahun 41 dari kelahiran Rasul saw (6 Agustus 610 M). hari pertama turunnya al-Qur’an ini menurut Ishaq at Thabaribary dan al Qasthalaniy al-Qur’an turun pada tanggal 17 sesuai bunyi Q.S al Anfal 41 “...jika kamu berikan kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari furqan,di hari bertemunya 2 pasukan ...”. yang dimaksud dengan bertemunya 2 pasukan adalah pertempuran antara kaum muslimin dan kaum musyrikin  di Badar (kemudian dikenal dengan perang Badar) pada tahun ke-2 H. Perang itu sendiri terjadi pada hari jum’at tanggal 17 ramadhan tahun ke-2 H. Hai Furqan (pembeda) yaitu hari mulai di turunkannya al-Qur’an, namun ada kesamaan tanggal terjadinya perang badar itu dan turunnya al-Qur'an dan tentang bulan ramadhan sebagai turunnya al-Qur’an di tegaskan sendiri oleh al-Qur’an dalam surat al Baqarah 185; “bulan ramadhan, bukan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)...

Permulaanwahyu yang turun adalah ketika Rasul saw, sedang berkhalwat, kemudian malaikat datang kepadanya lalu berkata “iqra (bacalah)”. Rasul saw menjawab; “saya tidak pandai membaca” saya tidak pandai membaca, mendengar jawabn itu malaikat kemudian memeluk Rasul saw sehingga beliau merasa kepayahan karena kerasnya pelukan itu. Kemudian malaikat melepaskannya serta kemudian disuruh lagi membaca dan Rasul saw menjawab yang sama, dan malaikat pun memeluk beliau lagi sesudah itu barulah malaikat berkata; “bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah...”, “...bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS al Alaq 96;1 - 5).

Sesudah itu Rasul saw segera kembali pulang dengan hati yang gemetar karena ketakutan. Nabi menjumpai Khadijah dan berkata: “selimuti aku, selimuti aku!sesudah tenang perasaannya, beliau menceritakan kepada Khadijah apa yang telah terjadi seraya berkata;”saya kuatir sekali terhadap diriku ini”. Maka Khadijah menyahut; “tidak sekali-kali tidak, demi Allah, Allah sekali-kali tidak mengabaikan engkau, engkau seseorang yang selalu menghubungi rahim, memikul bebanan orang, memberikan sesuatu kepada orang yang tak mampu memuliakan dan menjamu tamu yang datang dan memberikan bantuan-bantuan terhadap bencana-bencana yang menimpa manusia”. Setelah itu, Khadijah pergi beserta Rasul saw kepada Waraqah ibn Naufal, anak paman khadijah yang telah lama memeluk agama Nasrani, pandai menulis dalam tulisan ibrani. Dia aeorang yang telah sangat tua dan buta matanya. Maka Rasul saw menerangkan apa yang telah dialaminya, mendengar itu Waraqah berkata; “inilah jibril yahng telah Allah turunkan kepada Musa, wahai alangkah baiknya kalu aku kala itu (kala Muhammad memulai Nubuwahnya) masih muda dan kuat! Wahai, mudah-mudahan kitanya kala itu aku masih hidup, yakni kala engkau diusir oleh kaummu’’. Maka Rasul bertanya; apakah mereka akan mengusirku?”. Waraqah menjawab; “ya,benar sekali. Tak ada seorang pun lelaki yang membawa seprti yangengkau bawaka, melainkan dimusuhi. Jika aku hidup hingga saat itu, aku akan menolongmu dengan sesunguh-sungguhnya”. Tidak lama kemudian Waraqah meninggal dunia.[8]

 

D.    Masa turunya al-Qur’an

Masa turunnya al-Qur’an dibagi menjadi 2 fase yang masing-masingnya mempunyai corak sendiri.

Pertama – Masa Rasul saw bermukim di Makkah, yaitu 12 tahun, 5 bulan, 13 hari.yakni 17 ramadhan tahun ke-41 dari Milad hingga awal Rabi’ul awwal tahunn 54 dari Milad, semua yang turun di Makkah disebut Makkiyah.

Kedua – yang diturunkan sesudah hijrah, yaitu selama 9 tahun, 9 bulan, 9 hari. Yakni dari permulaan rabi’ul awwal tahun 54 dari Milad, hingga  Dzulhijjah tahun 63 dari Milad, atau tahun 10 Hijrah, semua yang turun di Madinah itu disebut Madaniyah.[9]

Ayat-ayat makkiyah meliputi 19/30 dari isi al-Qur’an terdiri atas 86 surat, sedangkan ayat-ayat madaniyah meliputi 11/30 dari isi al-Qur’an terdiri atas 3 surat.[10] Al-Qur’an mengandung 114 surat dan 6236 ayat, sedangkan hurufnya ada 325.245, mengenai jumlah surat, jumhur ulama dari golongan syiah menetapkan 116 surat, karena mereka memasukkan dua surat qunut yang dinamai surat al Khal dan al Hafd.[11]

Perbedaan ayat-ayat makkiyah dengan ayat-ayat madaniyah ialah sebagai berikut; 1) ayat-ayat makkiyah pada umumnya pendek-pendek (ijaz), sedang ayat-ayat madaniyah panjang-panjang (ithnab). Jumlah ayat-ayat madaniyah adalah 1456, sedangkan ayat-ayat makkiyah berjumlah 4780, juz 28 seluruhnya madaniyah kecuali surat Mumtahinah, yang jumlah ayatnya 137, sedang juz 29l ialahmakkiyah kecuali surat ad Dahr, jumjlah ayatnya 431. Surat al Anfal adalah surat madaniyah meski ayatnya berjumlah 75, sedangkan surat asy Syu’araa adalah surat makkiyah meski ayatnya berjumlah 227.

2) Dalam surat-surat Madaniyah terdapat perkataan “ya Ayyuhalladzina amanu”, dan terdapat perkataan “yaa ayyuhannaas”. 3) ayat-ayat Makkiyah pada umumnya mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat terdahulu yang mengandung pengajaran budi pekerti. Sedangkan dalam ayat-ayat madaniyah mengandung hukum-hukum baik yang berhubungan dengan hukum adat atau hukum-hukum duniawi, seperti hukum kemasyarakatan, hukum ketata negaraan, hukum perang, dan lain-lian.[12]

 

E.     Masa terakhir turunnya al Qur’an

Masa terakhir turunnya al-Qur’an menurut at Thabari adalah tanggal 9 dzulhijjah tahun 10 H, ketika Rasul saw melaksanakan Haji Wada’. Pada wuquf di Arafah turunlah ayat; “... pada hari ini telah kusempurnakann untuk kamu agamamu dan telah ku cukupkan kepadamu nikmatku dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu...” (QS al Ma’idah 3).

Namun ada pendapat lain dari Ibnu abi Hatim dan Said ibnu Jubair bahwa al-Qur’an turun untuk terakhir kalinya adalah 69 hari sesudah Haji wada’ yaitu tanggal mendekati wafatnya Rasul saw, karena Nabi wafat 81 hari sesudah haji Wada’ tepatnya tanggal 12 rabi’ul awwal tahun 10 H. Ayat yang terakhir turun menurutnya adalah; “dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)” (QS al Baqarah 281).[13]

Oleh karena itu sebagaian ulama mengatakan bahwa akhir ayat yang diturunkan mengenai hukum adalah pada hari Arafah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudahnya tidak lagi mengenai hukum. Menurut pendapat ini maka masa turunnya al-Qur’an di Madinah adalah 9 tahun, 11 bulan, dan 19 hari. Di Makkah 12 tahun, 5 bulan, 13 hari. Sehingga masa turunnya al-Qur’an menurut pendapat ini adalah 22 tahun, 5 bulan, 2 hari.

Kebanyakan ulama menetapkan bahwa hari penghabisan turunnya al-Qur’an, ialah hari  jum’at 9 dzulhijjah tahun 10 H, atau tahun 63 dari kelahiran Nabi. Sependapat dengan itu al Ust al Khudlaru dalam tarikh Tasyri’ menetapkan bahwa lamanya Nuzulul Qur’an sampai akhirnya adalah 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari.[14]

 

F.      Cara-cara al-Qur’an diturunkan

Al-Qur’an itu diturunkan berdikit-dikit, berangsur-angsur, bukan sekaligus semuanya. Memang sudah diperoleh kenyataan dari pemeriksaan yang lengkap, bahwa al-Qur’an itu diturunkan menurut keperluan; lima ayat, sepuluh ayat, kadang-kadang lebih dan kadang-kadang diturnkan hanya setengah ayat misalnya 10 ayat yang sekali turun adalah: ayat-ayat yang menerangkan kisah tuduhan terhadap Aisyah dalam surat an Nur dan ayat-ayat permulaan surat al Mu’minun. Kemudian ayat-ayat yang turun setengah saja adalah; “yang selain dari orang yang mempunyai kemelaratan (halangan)” (QS An Nisa 95). “dan jika kamu takut kepapaan, maka Allah kelak akan memberi kamu dari keutamaan-Nya, jika ia kehendaki bahwasanya Allah sangat mengetahui dan sangat bijaksana” (QS at Taubah 28).[15]

Rasul saw dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan, diantaranya; 1) malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya, dalam hal ini beliau tidak melihat apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada dalam kalbunya. Sesuai surat as Syura ayat 51 “Ruhul Qudus mewahyukan ke dalam kalbuku”. 2) malaikat menampakkan diri seperti laki-laki yang mengucapkan kata-kata sehingga beliau mengetahui dan hafal benar kata-kata itu. 3) wahyu datang kepada beliau seperti gemerincing lonceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan, bahkan beliau sampai berkeringat, meskipun pada waktu itu sedang musim dingin, seperti diriwayatkan oleh sahabat Zaid bith Tsabit, bahwa Rasul saw seperti diserang demam yang sangat keras. 4) Malaikat menampakkan dirinya kepada Rasul saw tidak berupa laki-laki tetapi dengan wujud aslinya. Hal ini dalam surat an Najm ayat 13-14, “sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua), ketika (ia berada) di Sidratulmuntaha”.

 

G.    Hikmah diturunkan al-Qur’an secara berangsur-angsur

  1. Agar lebih mudah dipahami dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan dan larangna jika hal itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini diriwayatkan oleh Bukhari dari riwayat Aisyah r.a.
  2. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang lebih mengesankan dan lebih menguatkan di dalam hati, sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Furqan ayat 32 yaitu; “...mengapakah al-Qur’an tidak diturunkan kepada-Nya sekaligus...?” kemudian dijawab di dlam ayat ini sendiri “...Demikianlah, dengan (cara) begitu kami hendak menetapkanhatimu‘’.
  3. Diantara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban dari pertanyaan/penolakan dari suatu perbuatan, sebagai dikatakan oleh ibnu Abbas r.a. hal ini tidak dapat terlaksana kalau al-Qur’an diturunkan sekaligus.[16]
  4. Sebagai penegasan bahwa al-Qur’an diturunkan berupa bacaan bukannya tulisan, karena Rasul saw adalah seorang ummiy.[17]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please isi yupz