Jumat, 08 Januari 2010

Potensi zakat sebagai Instrumen pertumbuhan Ekonomi Kerakyatan


1.        Latar Belakang

Syari’at Islam tidak hanya berdimensi ibadah, tetapi juga mengandung dimensi sosial kemanusiaan. Zakat adalah ibadah yang bermuatan dua dimensi sekaligus, ibadah kepada Allah dan hubungan kemanusiaan. Pada perkembangan pengamalan zakat tidak hanya memenuhi kewajiban semata, tetapi mengarah kepada perkembangan perekonomian Islam. Oleh sebab itu zakat diharapkan menjadi suatu sistem yang secara struktural mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendorong perkembangan perekonomian masyarakat. Kemudian nilai etis dalam aspek zakat semestinya terus digali dan ditumbuhkembangkan. Seperti pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi. Pengakajian nilai etis zakat akan berimplikasi kepada pemikiran tentang bagaimana mengelola sumber-sumber ekonomi secara lebih rasional dan efisien, supaya dampak sosial yang dicita-citakan oleh syariat zakat tercapai secara optimal.

Konsep zakat mempunyai relevansi dengan sistem ekonomi kerakyatan yang menguntungkan umat Islam dan dapat memberdayakan perekonominnya. Sebagai suatu peningkatan kesadaran dan pengamalan tentang zakat bagi masyarakat muslim dan pemerintah Indonesia, muncullah Undang-undang Zakat Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang disahkan Presiden Habibie. Namun kehadiran Undang-undang Zakat ini, tidak dirasakan oleh masyarakat sebagaimana halnya Undang-undang Perpajakan. Karena hanya bersifat kesadaran bagi para muzakki dan yang diatur di dalamnya adalah amil, untuk melakukan pengelolaan dan pendistribusian zakat. Menurut penulis, ini disebabkan oleh pembuatan Undang-undang Zakat tersebut tidak mempertimbangkan argumentasi positifikasi hukum zakat itu sendiri. Sehingga tidak berimplikasi kepada pengembangan perekonomian kerakyatan yang terkandung dalam nilai etis zakat tersebut. Untuk ini penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang implikasi positifikasi hukum zakat di Indonesia dalam pemberdayaan ekonomi kerakyatan.


2.        Rumusan Masalah

Dari makalah ini penulis telah menentukan suatu rumusan masalah yang akan dikupas pada bab pembahasan

1)   Korelasi zakat dengan ekonomi kerakyatan

2)   Implikasi positifikasi zakat dalam pengembangan ekonomi umat

3)   Zakat bagi pengembangan ekonomi rakyat



1.             Korelasi zakat dengan ekonomi kerakyatan

Ekonomi Kerakyatan adalah sistem ekonomi Pancasila (demokrasi ekonomi) seperti yang tercantum secara eksplisit dalam pasal 33 UUD 1945. Sistem ekonomi Pancasila juga dikenal dengan istilah lain dengan sistem ekonomi koperasi. Inti dan sistem ini adalah membangun kesejahteraan rakyat dan pemanfaatan kekayaan yang dimiliki Negara bagi kepentingan rakyat Indonesia. Pasal 33 UUD 1945 dirumuskan oleh Muhammad Hatta, yang kemudian dikenal dengan julukan Bapak Ekonomi Rakyat dan Bapak Koperasi Indonesia.[1] Istilah ekonomi kerakyatan dimunculkan sebagai pengembangan dan istilah ekonomi rakyat, yang pada prakteknya hanya didominasi dan menguntungkan para konglomerat. dan sebaliknya kepentingan rakyat banyak terabaikan.[2] Kata kerakyatan yang dimaksud seperti yang digariskan oleh UUD 1945. yaitu kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, yang pada kenyataannya mayoritas mereka hidup dalam garis kemiskinan.

Untuk mewujudkan demokrasi ekonomi seperti yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945, adalah dengan mengutamakan kemakmuran masyarakat dari kemakmuran perorangan atau kelompok tertentu. Sebab, jika kemakmuran perorangan yang justru diutamakan, maka tampuk produksi akan jatuh ke tangan individu dan elite tertentu yang memiliki kekuasaan, kekuataan, dan jika kondisi ini benar-benar terjadi, maka rakyatlah yang menanggung kesengsaraan dan penindasan di bidang ekonomi. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya kondisi tersebut, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh negara, sebagai penyelenggara kemakmuran bagi rakyat.

 


2.             Implikasi positifikasi zakat dalam pengembangan ekonomi umat

Sebagaimana telah diakui bahwa mayoritas rakyat Indonesia adalah umat Islam, yang persentasenya hampir mencapai 90 persen.[3] Jika pada pertengahan tahun 1998 Biro Pusat Statistik (BPS) menerbitkan data penduduk miskin sebanyak 79,4 juta atau sekitar 39,01% dan total penduduk Indonesia. Pada saat ini, dimana krisis ekonomi terus berlangsung, dan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus berjalan, baik diperusahaan milik negara (BUMN), maka dapat dipastikan jumlah penduduk miskin mencapai lebih dan 100 juta dari total penduduk Indonesia, dan itu berarti lebih dari setengah jumlah penduduk.[4] Dan total penduduk miskin tersebut, dapat dipastikan mayoritas dan mereka adalah kaum muslimin. Oleh karena itu segala upaya apaun yang dilakukan oleh pemenintah di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat, akan turut dirasakan oleh umat Islam, sebagai mayoritas penduduk negara Indonesia. Demikian juga halnya, upaya mengakomodasikan dan melembagakan zakat secara yuridis formal, dengan disertai segala perangkat penduduk lainnya, akan turut dirasakan implikasinya oleh ummat Islam.

Zakat dalam konteks kontemporer telah mengalami reformasi konsepsi operasional zakat. Pada saat ini, dana zakat tidak hanya dibagikan secara terbatas kepada delapan golongan penerimaan zakat saja (mustahiq), yang diartikan secara sempit. Namun konsepsi ini telah diperluas cakupannya, meliputi segala upaya produktif, yang tidak hanya diperuntukkan sebagai kaum dhuafa, tetapi juga telah dikembangkan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi ummat. Dan dalam pelaksanaan operasionalnya mesti mendapat dukungan secara multi dimensional, baik aspek politik, hukum, ekonomi dan sebagai masalah ekonomi semata, tetapi sebagai persoalan multi aspek. Aspek penting yang harus diberdayakan dalam pengelolaan zakat adalah amil zakat, karena golongan ini penentu berhasil tidaknya realisasi zakat. Amil zakat mengembangkan tugas yang luas meliputi tugas-tugas sebagai pemungut, penyalur, koordinator, organisator, motivator, pengawasan dan evaluasi. Berfungsinya amil zakat secara optimal dengan mendayagunakan zakat secara proporsional dan profesional, mendapatkan hasil maksimal, efektif dan efesiensi serta terwujudnya cita-cita luhur pensyariatan zakat. Salah satu wujud kongkrit dan upaya ini adalah dengan memberikan pinjaman modal usaha berupa pinjaman lunak tanpa bunga (qardul al-hasan) dan dana zakat yang terkumpul. Lembaga amil harus melakukan studi kelayakan terhadap mustahiq sebelum modal diserahkan kepadanya, seperti penelitian tentang keadaan calon penerima modal, integritas moralnya, bidang yang patut diusahakan, dan berbagai aspek pendukung usaha produktif,[5] serta mampu mengembalikan modal tersebut untuk digunakan oleh saudara sesamanya yang lain. Diharapkan para mustahiq, dapat berubah menjadi muzakki.

Gerakan zakat memiliki implikasi dan andil yang menentukan pada kebangkitan peradaban Islam dalam arti yang luas. Zakat, memberikan momentum lahirnya ekonomi Islam sebagai alternatif bagi ekonomi kapitalistik yang pada saat ini menguasai perekonomian global. OIeh karena itu, kebangkitan paling penting dalam Islam sebenarnya adalah kebangkitan ekonomi berintikan zakat, dan ini sangat relevan dengan kebutuhan ummat saat ini.

Upaya-upaya yang sedemikian rupa seperti dipaparkan di atas dan didukung oleh undang-undang zakat akan membuat zakat sebagai pilar utama ekonomi ummat Islam, yang selama ini dianggap tidak mampu bersaing dengan sistem ekonomi kapitalis, dan bahkan diasumsikan hanya sebagai penopang kebutuhan yang bersifat konsumtif, dapat dibuktikan kehandalannya dalam membangun dan memberdayakan ekonomi ummat Islam, sebagai rakyat mayoritas di negeri ini, kekuatan ekonomi ummat Islam berarti juga sebagai kekuatan ekonomi bangsa dan negara.

 

3.             Zakat bagi pengembangan ekonomi rakyat

Zakat sebagai doktrin ibadah mahdhah bersifat wajib, mengandung doktrin sosial ekonomi Islam yang merupakan antitesa terhadap sistem ekonomi riba. Dapat dilihat dari ayat-ayat Al-Quran yang secara tegas memerintahkan penegakkan zakat dan menjauh pengamalan-pengamalan riba. Pada QS. Al-Baqarah ayat 274, Allah menegaskan keutamaan infaq (zakat) dan membelanjakan harta di jalan yang benar, dan buruknya sistem riba. Pada ayat 275, diterangkan tentang penegasan Allah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba, pada ayat 276, Allah menyatakan akan melenyapkan berkahnya riba dan menyuburkan berkahnya shadaqah (zakat). Pada ayat 277 dan surat al-baqarah Allah menegaskan bahwa zakat adalah solusi bagi ummat Islam (yang beriman) dan kehidupan yang penuh ketakutan dan kesusahan.[6] Sistem zakat sebagai suatu sistem ekonomi dalam Islam telah dipraktekkan dan dibuktikan oleh Nabi Muhammad SAW dan pemerintahan Khulafa al-Rasidin. Seperti diakui oleh para cendikiawan muslim, baik berskala nasional, dan internasional, bahwa selain ketentuan ibadah murni, zakat juga merupakan kewajiban sosial berbentuk tolong menolong antara orang kaya dan orang miskin, untuk menciptakan keseimbangan sosial (equalebre socialle) dan keseimbangan ekonomi (equalebre econoinique). Sekaligus ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan, menciptakan keamanan dan ketentraman.

Kelima rukun Islam: syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji, memiliki hubungan yang terkait erat antara satu sama lainnya. Kelimanya terakumulasikan pada dua hubungan yaitu: secara vertikal dengan Allah SWT (habl min Allah), dan secara horizontal dengan sesama manusia (habl min al-nas/mu„amalah maa al-nas). Kedua hubungan tersebut dilambangkan dengan ketentuan ibadah shalat dan zakat. Shalat tiang agama, zakat tiang sosial kemasyarakatan yang apabila tidak dilaksanakan, meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat, baik sosial maupun ekonomi, karena penolakan pembayaran zakat oleh golongan kaya akan mengakibatkan terjadinya kekacauan (chaos) dan gejolak sosial yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan suatu masyarakat, bangsa dan negara.


a.    Harta yang wajib dizakati

Beberapa macam harta yang wajib dizakati yaitu:

1.      emas dan perak

2.      barang perniagaan

3.      binatang ternak, seperti kambing, lembu, kerbau dan unta

4.      hasil pertanian berupamakanan pokok seperti padi, jagung, dan jagung.

5.      rikaz (barang temuan)

Selain harta diatas berikut ini masih ada harta lain yang wajib dizakati yaitu:

1.      zakat perikanan seperti tambak dan perikanan lele

2.      tanaman hias seperti bonsai, anggrek, dan bunga-bunga lain

3.      unggas, seperti puyuh, itik, parkit dan ayam

4.      zakat profesi seperti petenis, pebuluh tangkis, kontraktor, dan pengarang.

Orang-orang yang wajib memberikan zakat

b.    Beberapa ketentuan bagi orang-orang yang wajib memberikan zakat adalah yaitu:

a.      Orang Islam

b.      Hak miliknya sendiri

c.       Sudah sampai nisab

d.      Waktunya cukup satu tahun, kecuali zakat tambang, temuanpertanian dan profesi.

c.     Orang yang berhak menerima zakat

Orang yang berhak menerima zakat disebut mustahik atau asnaf. Orang-orang yang berhak menerima zakat adalah :

1.      Fakir, yaitu orang yang tidak memiliki garta dan tidak mempunyai pekerjaan atau mata pencaharian tetap sehingga kebutuhan hidup tidak tercukupi.

2.      Miskin yaitu orang yang memiliki pekerjaan namun tidak dapat mencukupi kehidupan sehari-hari.

3.      Amil zakat yaitu panitia pengumpul dan pembagi zakat mendapatsurat keputusan (SK) dari yang berwenang atau dinas lembaga resmi untuk Bazis ( badan amil zakat, infak, dan sedekah). Bagi amil yang kerjanya bersifat sementara artinya hanya sewaktu-waktu (kadang-kadang saja),  seperti di masjid-masjid atau sekolah-sekolah pada waktu penerimaan zakat fitrah, tidak tergolong amil zakat. Mereka tidak berhak menerima pembagian zakat karena hanya merupakan tugas sampingan saja.

4.      Muallaf yaitu orang yang baru masuk islam sehingga masih memerlukan bimbingan dan pembinaan keimanannya.

5.      Hamba sahaya atau riqab, yaitu orang yang ingin merdeka atau dijanjikan akan dibebaskan dengan syarat harus menebus dirinya. Pemberian zakat ini dimaksudkan agar dapat digunakan untuk membebaskan dirinya.

6.      Garim, yaitu orang yang terlibat hutang, dan tidaak mampu membayar hutangnya sedangkan hutangnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak untuk maksiat.

7.      Fisabilillah, yaitu orang yang berjuang dijalan allah atau berusaha menegakkan agama alllah atau dana social untuk kepentingan masyarakat seperti mendirikan masjid, rumah sakit, madrasah dan jembatan atau jalan.

8.      Ibnu sabil, yaitu orang-orang yang sedang dalam perjalanan jauh dengan maksud belajar dan menunaikan ibadah haji yang kekurangan bekal sebelum cita-cita atau niatnya tercapai. Musafir yang kehabisan bekal tetapi kepergiannya tidak untuk perbuatan maksiat.

Table

Nisab zakat

Harta

Nisab

Zakat

1.      emas, perak dan uang

emas

      perak

      uang

20 dinar        = 93,6 gram

200 dirham   = 624 gram

Seharga emas 93,6 gram (setelah satu tahun)

2,5 %

2,5 %

2.5 %

2.      harta perniagaan atau perdagangan

 

Apabila pada akhir tahun, harta perniagaan seharga emas 93,6 gram

2,5 %


 

3.      harta peternakan

a.kambing/domba

  1. 40-120 ekor
  2. 121-200 ekor
  3. 201-399 ekor
  4. 400 ekor
  5. dan seterusnya setiap tambah 100 ekor

1 ekor umur 2 tahun

2 ekor umur 2 tahun

3 ekor umur 2 tahun

4 ekor umur 2 tahun

Zakat tambah 1 ekor

           b. sapi atau kerbau

  1. 30-39 ekor
  2. 40-59 ekor
  3. 60-69 ekor
  4. 70-79 ekor
  5. 80-89 ekor
  6. dan seterusnya setiap tambah 30 ekor atau setiap   tambah  40 ekor

1 ekor umur 1 tahun

1 ekor umur 2 tahun

2 ekor umur 1 tahun

2 ekor umur 2 tahun

3ekor umur 1 tahun

Zakat tambah satu ekor umur 1 tahun

Zakat tambah 1 ekor umur 2 tahun

4. Harta hasil pertanian

 

5 wasak = 750 kg atau 930 liter kering

Pengairan dengan air sungai atau air hujan 10%

Pengairan engan biaya 5 %

5. Harta temuan atau rikaz

 

 

 

6. Harta  perikanan,         tanaman hias, profesi dan perkebunan

  1. berupa emas dan perak
  2. selain emas dan perak dinilai dengan emas dan perak

berpedoman pada zakat harta perniagaan dihitung pada akhir tahun setelah satu tahun

Sama dengan emas dan perak 2,0%

( waktunya pada saat menemukan )

 

2,5%

 

 

BAB III

KESIMPULAN

 

Dari uraian di atas dapat dikonklusikan dengan sebagai berikut:

1.        Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat adalah mengoptimalkan

pendistribusian zakat yang bertujuan pemerataan ekonomi dan pembangunan, tetapi perlu ditopang dengan suatu badan Pengelola Zakat yang modern dan profesional.

2.        Zakat dengan segala posisi, fungsi dan potensi yang terkandung di dalamnya dapat berperan secara positif-progressif dalam gerakan ekonomi kerakyatan. Didalamnya terdapat unsur kesejahteraan bersama, seperti yang tercantum dalam pasal 33, 27 ayat (2) dan pasal 34 UUD 1945. Bahkan secara lebih luas, dana zakat dapat didistribusikan bagi sektor permodalan tanpa bunga dalam berbagai usaha-usaha ekonomi produktif.

3.        Dana zakat harus diarahkan kepada usaha-usaha kecil yang dikelola oleh mayoritas ummat, dalam hal ini adalah bidang pertanian, dan mata pencaharian mayoritas ummat Islam dan rakyat Indonesia. Dengan demikian zakat akan dapat memberikan pengaruh dalam pengembangan perekonomian masyarakat.

4.        Pengeluaran zakat dilakukan jika harta yang dimiliki sudah mencapai nisabnya

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please isi yupz