Selasa, 30 Maret 2010

Sa'ad bin Abi Waqqash

Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan Kami wasiatkan (perintahkan) kepada
manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya
dengan menderita kelemahan diatas kelemahan dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu! Kepada-Ku tempat kembali. Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. Luqman: 14-15)
Ayat-ayat yang mulia ini mempunyai latar belakang kisah tersendiri dan mengejutkan;
menyebabkan satu golongan diantara dua golongan yang bertentangan jatuh
terbanting, berhubungan dengan pribadi seorang pemuda lemah lembut. Akhirnya
kemenangan berada di pihak yang baik dan beriman.
Tokoh kisah ini ialah seorang pemuda Makkah, keturunan terhormat, dan dari ibu
bapak yang mulia. Nama pemuda itu Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu.
Tatkala cahaya kenabian terpancar di kota Makkah, Sa'ad masih muda belia, penuh
perasaan belas kasih, banyak bakti kepada ibu bapak, dan sangat mencintai ibunya.
Walaupun Sa'ad baru menjelang usia 17 tahun, namun dia telah memiliki kematangan
berpikir dan kedewasaan bertindak. Dia tidak tertarik kepada aneka macam permainan
yang menjadi kegemaran pemuda-pemuda sebayanya. Bahkan dia mengarahkan
perhatiannya untuk bekerja membuat panah, memperbaiki busur, dan berlatih
memanah, seolah-olah dia sedang menyiapkan diri untuk suatu pekerjaan besar. Dia
juga tidak puas dengan kepercayaan/agama sesat yang dianut bangsanya, serta
kerusakan masyarakat, seolah-olah dia sedang menunggu uluran tangan yang kokoh
kuat, penuh kasih sayang, untuk merubah keadaan gelap gulita menjadi terang
benderang.
Sementara itu, Allah 'Azza wa Jalla menghendaki akan menaikkan harakat
kemanusiaan yang telah merosot secara keseluruhan dan merata, melalui pribadi yang
belas kasih itu, yaitu melalui penghulu segala makhluk, Muhammad bin Abdillah.
Dalam genggamannya memancar sinar petunjuk keutuhan yang tidak tercela, yaitu
Kitabullah.
Sa'ad segera memenuhi panggilan yang berisi petunjuk dan hak ini (agama Islam),
sehingga dia tercatat sebagai orang ketiga atau keempat yang masuk Islam. Bahkan
dia sering berucap dengan penuh kebanggaan, "Setelah aku renungkan selama
seminggu, maka aku masuk Islam sebagai orang ketiga."
Rasulullah saw. sangat bersuka-cita dengan islamnya Sa'ad. Karena beliau melihat
pada pribadi Sa'ad terdapat ciri-ciri kecerdasan dan kepahlawanan yang
menggembirakan. Seandainya kini ia ibarat bulan sabit, maka dalam tempo singkat ia
akan menjadi bulan purnama yang sempurna.
Keturunan dan status sosialnya yang mulia dan murni, melapangkan jalan baginya
untuk mengajak pemuda-pemuda Makkah mengikuti langkahnya masuk Islam seperti
dirinya. Di samping itu sesungguhnya Sa'ad termasuk paman Nabi saw. juga. Karena
dia adalah dari Bani Zuhrah sedangkan Bani Zuhrah adalah keluarga Aminah binti
Wahab, ibunda Rasulullah saw.
Rasulullah saw. sangat membanggakan pamannya. Pernah diceritakan, suatu ketika
beliau sedang duduk-duduk beserta beberapa orang sahabat. Tiba-tiba beliau melihat
Sa'ad bin Abi Waqqash datang. Lalu beliau berkata pada para sahabat yang hadir,
"Inilah pamanku. Coba tunjukkan padaku siapa yang punya paman seperti pamanku!"
Tetapi, Islamnya Sa'ad tidak langsung memberikan kemudahan yang mengenakkan
baginya. Sebagai pemuda muslim, dia ditantang dengan berbagai tantangan, ujian,
serta cobaan-cobaan berat dan keras. Ketika cobaan-cobaan itu telah sampai
dipuncaknya, Allah SWT menurunkan wahyu mengenai peristiwa yang dialaminya.
Marilah kita dengarkan kisahnya.
Sa'ad bercerita, "Tiga malam sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi, seolah-olah
aku tenggelam dalam kegelapan yang tindih menindih. Ketika aku sedang mengalami
puncak kegelapan itu, tiba-tiba aku lihat bulan memancarkan cahaya sepenuhnya lalu
kuikuti bulan itu. Aku melihat tiga orang telah lebih dahulu berada dihadapanku
mengikuti bulan tersebut. Mereka itu adalah Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan
Abu Bakar As-Shiddiq, aku bertanya kepada mereka, "Sejak kapan anda bertiga
disini?"
Mereka menjawab, "Belum lama."
Setelah siang hari, aku mendapat kabar, Rasulullah saw. mengajak orang-orang
mengajak kapada Islam secara diam-diam. Yakinlah aku sesungguhnya Allah SWT
menghendaki kebaikan bagi diriku, dan dengan Islam Allah akan mengeluarkanku
dari kegelapan kepada cahaya terang. Aku segera mencari beliau, sehingga bertemu
dengannya pada suatu tempat ketika dia sedang salat Ashar. Aku menyatakan masuk
Islam di hadapan beliau. Belum ada orang mendahuluiku masuk Islam, selain mereka
bertiga, seperti yang terlihat dalam mimpiku.
Sa'ad melanjutkan kisahnya, "Ketika ibuku mengetahui aku masuk Islam, dia marah
bukan kepalang. Padahal aku anak yang berbakti dan mencintainya. Ibu memanggilku
dan berkata, "Hai Sa'ad! Agama apa yang engkau anut, sehingga engkau
meninggalkan agama ibu bapakmu? Demi Allah Engkau harus meninggalkan agama
barumu itu! Atau aku mogok makan minum sampai mati….! Biar pecah jantungmu
melihatku, dan penuh penyesalan karena tindakanmu sendiri, sehingga semua orang
menyalahkan dan mencelamu selama-lamanya."
Aku menjawab, "Jangan lakukan itu, Bu! Bagaimanapun juga aku tidak akan
meninggalkan agamaku."
Ibu tegas dan keras melaksanakan ucapannya. Beliau benar-benar mogok makan
minum. Sehingga tubuh dan tulang-tulangnya lemah, menjadi tidak berdaya sama
sekali. Terakhir, aku mendatangi ibu untuk membujuknya supaya dia mau makan dan
minum walaupun agak sedikit. Tetapi ibu memang keras. Beliau tetap menolak dan
bersumpah akan tetap mogok makan sampai mati, atau aku meninggalkan agamaku,
Islam.
Aku berkata kepada ibuku, "Sesungguhnya aku sangat mencintai ibu. Tetapi aku lebih
cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah! Seandainya ibu mempunyai seribu
jiwa, lalu jiwa itu keluar dari tubuh ibu sata persatu (untuk memaksaku keluar dari
agamaku), sungguh aku tidak akan meninggalkan agamaku karananya."
Tatkala ibu melihatku bersungguh-sungguh dengan ucapanku, dia pun mengalah. Lalu
dia menghentikan mogok makan sekalipun dengan perasaan terpaksa.
Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya kepada Nabi Muhammad saw. yang
artinya, "Dan kalau keduanya memaksa engkau menyekutukan-Ku (dengan) apa yang
engkau tidak ketahui jangan diturut, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik."
Setelah Sa'ad masuk Islam, dia lantas berjasa terhadap Islam dan kaum muslimin
dengan prestasi baik dan tinggi. Dalam perang Badar, Sa'ad ikut berperang bersamasama
adiknya 'Umair. Ketika itu 'Umair masih muda remaja, belum lama mencapai
usia baligh. Tatkala Rasulullah saw. memerintahkan tentara muslimin berkumpul dan
bersiap sebelum berangkat perang, 'Umair bersembunyi-sembunyi, takut kalau-kalau
dia tidak diperbolehkan Rasulullah turut berperang, karena usianya yang masih kecil.
Tetapi Rasulullah tetap melihatnya, lalu tidak membolehkannya ikut. 'Umair
menangis, sehingga Rasulullah merasa kasihan, dan akhirnya membolehkan 'Umair
ikut berperang. Sa'ad mendatangi adiknya dengan gembira, lalu mengikatkan pedang
di bahu 'Umair, karena tubuhnya yang kecil. Kedua bersaudara itu pergi berperang,
berjuang bersama fi sabilillah.
Seusai peperangan Sa'ad kembali ke Madinah seorang diri. Sedangkan adiknya,
'Umair, tinggal di bumi Badar sebagai syuhada. Sa'ad merelakan adiknya ke pangkuan
Allah SWT dengan mengharap pahala dari-Nya.
Ketika tentara muslimin lari kocar-kacir dalam perang Uhud, Rasulullah saw. tinggal
di medan tempur dengan kelompok kecil tentara muslimin tidak lebih dari sepuluh
orang. Satu diantaranya adalah Sa'ad bin Abi Waqqash. Sa'ad berdiri melindungi
Rasulullah saw. dengan panahnya. Tidak satupun anak panah yang dilepaskan Sa'ad
dari busur melainkan mengenai sasaran dengan jitu, dan orang musyrik yang terkena,
langsung tewas seketika.
Tatkala Rasulullah saw. melihat Sa'ad seorang pemanah jitu, beliau berkata
memberinya semangat, " Panahlah, hai Sa'ad! Panahlah …! Bapak dan ibuku menjadi
tebusanmu!"
Sa'ad sangat bangga sepanjang hidupnya dengan ucapan Rasulullah itu. Sehingga
Sa'ad pernah pula berkata, "Tidak pernah Rasulullah berucap kepada seorang juapun,
mempertaruhkan kedua ibu bapaknya sekaligus sebagai tebusan, melainkan hanya
kepadaku."
Namun puncak kejayaan Sa'ad, adalah ketika Khalifah 'Umar Al-Faruq bertekad
menyerang kerajaan Persia, untuk menggulingkan pusat pemerintahannya, dan
mencabut agama berhala sampai keakar-akarnya di permukaan bumi. Khalifah 'Umar
memerintahkan kepada setiap Gubernur dalam wilayahnya, supaya mengirim
kepadanya setiap orang yang mempunyai senjata, atau kuda, atau setiap orang yang
mempunyai keberanian, kekuatan, atau orang yang berpikiran tajam, yang mempunyai
suatu keahlian seperti syi'ir, berpidato dan sebagainya, yang dapat membantu
memenangkan perang. Maka tumpah ruahlah ke Madinah para pejuang muslim dari
setiap pelosok. Setelah semuanya selesai melapor, Khalifah 'Umar merundingkan
dengan para pemuka yang berwenang, siapa kiranya yang pantas dan dipercaya untuk
diangkat menjadi panglima angkatan perang yang besar itu. Mereka sepakat dengan
aklamasi menunjuk Sa'ad bin Abi Waqqash, singa yang menyembunyikan kuku. Lalu
Khalifah menyerahkan panji-panji perang kaum muslimin kepadanya dengan resmi,
dalam pengangkatannya menjadi panglima.
Sewaktu angkatan perang yang besar itu hendak berangkat, Khalifah 'Umar berpidato
memberi amanat dan perintah harian kepada Sa'ad.
Umar berkata, "Hai Sa'ad! Janganlah engkau terpesona, sekalipun engkau paman
Rasulullah, dan sahabat beliau. Sesungguhnya Allah tidak menghapus suatu kejahatan
dengan kejahatan. Tetapi Allah menghapus kejahatan dengan kebaikan. Hai, Sa'ad!
Sesungguhnya tidak ada hubungan kekeluargaan antara Allah dengan seorangpun
melainkan dengan mentaati-Nya. Segenap manusia sama di sisi Allah, baik ia
bangsawan atau rakyat jelata. Allah adalah Rabb mereka, dan mereka semuanya
adalah hamba-hamba-Nya. Mereka berlebih-berkurang karena taqwa, dan
memperoleh karunia dari Allah karena taat. Perhatikan cara Rasulullah yang engkau
telah ketahui, maka tetaplah ikuti cara beliau itu".
Maka berangkatlah pasukan yang diberkati Allah itu menuju sasaran. Di dalamnya
terdpat 99 orang bekas pahlawan perang Badar, lebih kurang 319 orang para sahabat
yang tergolong dalam bai'at Ridwan, 300 orang pahlawan yang ikut dalam
penaklukan Makkah bersama-sama Rasulullah saw., 700 orang putra-putra para
sahabat, dan pejuang-pejuang muslim lainnya (yang keseluruhan berjumlah 30.000
orang).
Sampai di Qadisiyah, Sa'ad menyiagakan seluruh pasukannya dan bertempur hebat.
Pada hari Al-Harir kaum muslimin bertekad menjadikan hari itu sebagai hari yang
menentukan. Mereka mengepung musuh dengan ketat, lalu maju ke depan dari segala
arah, sambil membaca takbir.
Dalam pertempuran itu, kepala Rustam, panglima tentara Persia, berpisah dengan
tubuhnya oleh lembing kaum muslimin. Maka masuklah rasa takut dan gentar ke
dalam hati musuh-musuh Allah. Sehingga dengan mudah kaum muslimin menghadapi
para prajurit Persia dan membunuh mereka. Bahkan kadang-kadang mereka
membunuh dengan senjata musuh itu sendiri.
Sa'ad bin Abi Waqqash dikaruniai Allah usia lanjut. Dia dicukupi kekayaan yang
lumayan. Tetapi ketika wafat telah mendekatinya, dia hanya meminta sehelai jubah
usang. Ia berkata, "Kafani aku dengan jubah ini. Dia kudapatkan dari seorang musyrik
dalam perang Badar. Aku ingin menemui Allah 'Azza wa jalla dengan jubah itu".
Wallaahu a'lam bish showaab
Sumber: Shuwarum min Hayaatis Shahaabah, Abdulrahman Ra'fat Basya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please isi yupz